Selasa, 16 April 2024

KEMATIAN MENGINTAI KITA Kematian merupakan bagian dari proses kehidupan, yang terus-menerus berganti. Ketika manusia masih di alam arwah, maka sebetulnya ia dalam keadaan mati, kemudian dilahirkan ke alam dunia dunia, yang atas hal tersebut manusia disebut hidup, dan ketika sudah sampai pada ajalnya, maka manusia akan mati dan berada di alam barzakh, sampai dibangkitkan (hidup) kembali pada saat tibanya hari kiamat. Allah SWT berfirman dalam Alqur’an dalam Surah Albaqarah ayat 28: كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ۖ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ Terjemahannya: “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?” Dari ayat tersebut, jelaslah bahwa dalam perjananan hidup manusia, hanya mengalami dua siklus, yaitu siklus kematian dan siklus kehidupan, yang masing-masing siklus tersebut, setiap manusia akan mengalami dua kali, yaitu dua kali mengalami kematian dan dua kali mengalami kehidupan. Mengapa Allah SWT menciptakan siklus tersebut? Di dalam Alqur’an, Surah Almulk ayat 2, Allah SWT berfirman: الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ Terjemahannya: “(Allah) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia (Allah) menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. Jadi, Allah menjadikan siklus kematian dan siklus kehidupan tersebut, sebagai ujian kepada manusia, dengan tujuan agar manusia selalu beramal sholih dengan sebaik-baiknya, karena ketika manusia sudah berada pada siklus kehidupan yang kedua, maka ia akan berbahagia, apabila amal sholihnya diterima oleh Allah SWT. Dan sebetulnya, setiap hari, manusia selalu mengalami siklus kematian dan kehidupan yang terus silih berganti, karena ketika manusia dalam keadaan tidur, maka sebetulnya manusia itu dalam keadaan mati, dan ketika bangun dari tidur, maka manusia itu hidup kembali, demkian seterusnya sampai manusia menemui ajalnya, berupa kematian yang hakiki, dan dibangkitkan kembali di hari kiamat, yang merupakan kehidupan yang hakiki pula. Allah SWT. berfirman dalam Surah Azzumar ayat 42: اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا ۖ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَىٰ عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَىٰ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ Terjemahannya: “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”. Ayat tersebut menjelaskan, bahwa Allah SWT memegang jiwa (ruh) manusia ketika manusia dalam keadaan tidur dan ketika sudah mati. Hanya ketika tidur, maka Allah SWT akan melepaskan kembali jiwa (ruh) tersebut, jika Allah SWT belum menetapkan kematiannya. Oleh karena itu, ketika dalam keadaan tidur, seolah-olah jiwa (ruh) manusia itu pergi mengembara, sehingga manusia ketika tidur sering mengalami mimpi bertemu dengan jiwa (ruh) orang lain. Di dalam Tafsir Aththabary disebutkan: أن أرواح الأحياء والأموات تلتقي في المنام Sesungguhnya ruh-ruh dari orang-orang yang hidup dan ruh-ruh orang sudah mati itu saling berjumpa atau saling bertemu di alam mimpi. Sehingga tidak mengherankan, ketika manusia sedang dalam ketidurannya, ia sering bermimpi, yaitu seolah-olah bertemu dengan seseorang yang sudah meninggal dunia, bahkan saling berkomunikasi di alam mimpi tersebut. Dari peristiwa tersebut, maka sepatutnya siklus kematian yang selalu dialami oleh manusia setiap harinya, terutama di saat manusia itu sedang tidur, hal tersebut dapat dijadikan pelajaran atau “maw’izhoh” sehingga selalu beramal sholih karena selalu ingat akan kematiannya. Sebab cepat atau lambat, kematian yang hakiki akan datang di saat manusia sudah sampai pada ajalnya, dan ketika manusia dibangkitkan kembali di hari kiamat, yang merupakan kehidupan yang hakiki, maka dalam kehidupan yang hakiki tersebut, manusia akan dimintai pertanggungjawabannya ketika hidup di atas dunia. Dan dalam dalam kehidupan yang yang hakiki tersebut, ada orang yang bahagia, karena mendapatkan kenikmatan berupa syurganya Allah SWT, dan ada pula yang menderita, karena mendapatkan siksaan di nerakanya Allah SWT. Banyak ayat-ayat Alqur’an yang memberitakan tentang adanya kematian, di antaranya dalam Surah Annisa:78, Surah Ali Imran:185, Surah Arrahman:26-27, dsb), juga dalam beberapa hadits Nabi SAW., di antarana hadits yg sangat populer, yaitu hadits yang bersumber dari Ibnu Abbas Radhiyallau Anhuma, yang diriwayatkan oleh Alhakim, yang bunyinya: اغْتَنِمْ خَمْسًا قبلَ خَمْسٍ: شبابَكَ قبلَ هَرَمِكَ، وصِحَّتَكَ قبلَ سَقَمِكَ، وغِناءكَ قبلَ فَقْرِكَ، وفَراغَكَ قبلَ شُغلِكَ، وحياتَكَ قبلَ موتِكَ Persiapkanlah lima perkara, sebelum datang lima perkara: ... “kehidupanmua sebelum datang kematianmu”. Karena kematian itu selalu mengintai kita di setiap saat, maka semoga saja kita selalu mengingatnya, sehingga selalu beramal sholih, dan meninggalkan perbuatan maksiat, agar kita semua bisa memperoleh kebahagiaan, baik kebahagiaan dalam kehidupan di dunia ini, terutama kebahagiaan dalam kehidupan ang hakiki di akhirat kelak, sebagaimana doa yang selalu kita ucapkan: رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan (kebahagiaan) di dunia dan kebaikan (kebahagiaan) di akhirat.
Mengusap Jilbab Ketika Berwudhu, Bolehkah?


Seringkali seorang muslimah berjilbab merasa kesulitan jika harus berwudhu di tempat umum yang terbuka. Inginnya berwudhu secara sempurna dengan membasuh anggota wudhu secara langsung. Akan tetapi jika hal itu dilakukan maka dikhawatirkan auratnya akan terlihat oleh orang lain yang bukan mahram. Karena anggota wudhu seorang wanita muslimah sebagian besarnya adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan menurut pendapat yang rojih (terkuat). Lalu, bagaimana cara berwudhu jika kita berada pada kondisi yang demikian?

Saudariku, tidak perlu bingung dan mempersulit diri sendiri, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kemudahan dan keringanan bagi hamba-Nya dalam syari’at Islam ini. Allah Ta’ala berfirman,
يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“…Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (QS. Al Baqarah: 185)
Pada bahasan kali ini, kita akan membahas mengenai hukum wudhunya seorang muslimah dengan tetap mengenakan kerudungnya. Semoga Allah Ta’ala memberikan kemudahan.
Seorang wanita boleh berwudhu dengan tetap memakai kerudungnya
Terkait wudhunya seorang muslimah dengan tetap memakai kerudung penutup kepala, maka diperbolehkan bagi seorang wanita untuk mengusap kerudungnya sebagai ganti dari mengusap kepala. Lalu apa dalil yang membolehkan hal tersebut? Dalilnya adalah bahwasanya Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dulu pernah berwudhu dengan tetap memakai kerudungnya dan beliau mengusap kerudungnya. Ummu Salamah adalah istri dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka apakah Ummu Salamah akan melakukannya (mengusap kerudung) tanpa izin dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?[1] Apabila mengusap kerudung ketika berwudhu tidak diperbolehkan, tentunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan melarang Ummu Salamah melakukannya.
Ibnu Mundzir rahimahullah dalam Al Mughni (1/132) mengatakan, “Adapun kain penutup kepala wanita (kerudung) maka boleh mengusapnya karena Ummu Salamah sering mengusap kerudungnya.”
Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah berwudhu dengan mengusap surban penutup kepala yang beliau kenakan. Maka hal ini dapat diqiyaskan dengan mengusap kerudung bagi wanita. Dari ‘Amru bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu, dari bapaknya, beliau berkata,
رأيت النبي صلّى الله عليه وسلّم، يمسح على عمامته وخفَّيه
“Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas surbannya dan kedua khufnya.”[2]
Juga dari Bilal radhiyallahu ‘anhu,
أن النبي صلّى الله عليه وسلّم، مسح على الخفين والخمار
“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kedua khuf dan khimarnya.”[3]
Dalam kondisi apakah seorang wanita diperbolehkan untuk mengusap kerudungnya ketika berwudhu?
Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “(Pendapat) yang masyhur dari madzhab Imam Ahmad, bahwasanya seorang wanita mengusap kerudungnya jika menutupi hingga di bawah lehernya, karena mengusap semacam ini terdapat contoh dari sebagian istri-istri para sahabat radhiyallahu ‘anhunna. Bagaimana pun, jika hal tersebut (membuka kerudung) menyulitkan, baik karena udara yang amat dingin atau sulit untuk melepas kerudung dan memakainya lagi, maka bertoleransi dalam hal seperti ini tidaklah mengapa. Jika tidak, maka yang lebih utama adalah mengusap kepala secara langsung.”[4]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Adapun jika tidak ada kebutuhan akan hal tersebut (berwudhu dengan tetap memakai kerudung -pen) maka terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama (yaitu boleh berwudhu dengan tetap memakai kerudung ataukah harus melepas kerudung -pen).”[5]
Dengan demikian, jika membuka kerudung itu menyulitkan misalnya karena udara yang amat dingin, kerudung sulit untuk dilepas dan sulit untuk dipakai kembali, dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk membuka kerudung karena dikhawatirkan akan terlihat auratnya oleh orang lain, atau udzur yang lain, maka tidaklah mengapa untuk tidak membuka kerudung ketika berwudhu. Namun, jika memungkinkan untuk membuka kerudung, maka yang lebih utama adalah membukanya sehingga dapat mengusap kepalanya secara langsung.
Tata cara mengusap kerudung
Adapun mengusap kerudung sebagai pengganti mengusap kepala pada saat wudhu, menurut pendapat yang kuat ada dua cara[6], diqiyaskan dengan tata cara mengusap surban, yaitu:
Pertama: Cukup mengusap kerudung yang sedang dipakai
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh ‘Amr bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu dari bapaknya,
“Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas surbannya dan kedua khufnya.”
Surban boleh diusap seluruhnya atau sebagian besarnya.[7] Karena kerudung bagi seorang wanita bisa diqiyaskan dengan surban bagi pria, maka cara mengusapnya pun sama, yaitu boleh mengusap seluruh bagian kerudung yang menutupi kepala atau boleh sebagiannya saja. Akan tetapi, jika dirasa sulit untuk mengusap seluruh kerudung, maka diperbolehkan mengusap sebagian kerudung saja yaitu bagian atasnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Amr bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu di atas.
Kedua: Mengusap bagian depan kepala (ubun-ubun) kemudian mengusap kerudung
Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu,
أن النبي صلّى الله عليه وسلّم، توضأ، ومسح بناصيته وعلى العمامة وعلى خفيه
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu mengusap ubun-ubunnya, surbannya, dan juga khufnya.”[8]
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,
رأيتُ رسولَ اللّه صلى الله عليه وسلم يتوضأ وعليه عمَامة قطْرِيَّةٌ، فَأدْخَلَ يَدَه مِنْ تحت العمَامَة، فمسح مُقدَّمَ رأسه، ولم يَنْقُضِ العِمًامَة
“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, sedang beliau memakai surban dari Qatar. Maka beliau menyelipkan tangannya dari bawah surban untuk menyapu kepala bagian depan, tanpa melepas surban itu.” (HR. Abu Dawud)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Jika seorang wanita takut akan dingin dan yang semisalnya maka dia boleh mengusap kerudungnya. Karena sesungguhnya Ummu Salamah mengusap kerudungnya. Dan hendaknya mengusap kerudung disertai dengan mengusap sebagian rambutnya.”[9]
Maka diperbolehkan bagi seorang muslimah untuk mengusap kerudungnya saja atau mengusap kerudung beserta sebagian rambutnya. Namun, untuk berhati-hati hendaknya mengusap sebagian kecil dari rambut bagian depannya beserta kerudung, karena jumhur ulama tidak membolehkan hanya mengusap kerudung saja, sebagaimana diungkapkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari.[10]
Syarat-syarat mengusap kerudung
Para ulama berselisih pendapat tentang syarat-syarat mengusap penutup kepala (dalam konteks bahasan ini adalah kerudung). Sebagian ulama berpendapat bahwa syarat-syarat mengusap penutup kepala sama dengan syarat-syarat mengusap khuf (sepatu). Perlu diketahui bahwa di antara syarat-syarat mengusap khuf adalah khuf dipakai dalam keadaan suci dan batas waktu mengusap khuf adalah sehari semalam untuk orang yang mukim dan tiga hari tiga malam untuk musafir. Sebagian lagi berpendapat bahwa syarat-syarat mengusap kerudung tidak dapat diqiyaskan dengan persyaratan mengusap khuf. Mengapa demikian? Meskipun sama-sama mengusap, tetapi mengusap kerudung merupakan pengganti dari mengusap kepala yang mana kepala merupakan anggota wudhu yang cukup dengan diusap, sedangkan mengusap khuf merupakan pengganti dari mengusap kaki yang mana kaki merupakan anggota wudhu yang dibasuh/dicuci.
Oleh karena itu tidaklah disyaratkan untuk memakai penutup kepala dalam keadaan suci dan tidak ada batasan waktu, dan inilah pendapat yang lebih kuat, in syaa Allah. Mereka berpendapat karena dalam hal ini tidak ada ketetapan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai batasan waktunya. Kapan pun seorang wanita muslimah memakai kerudung dan berkepentingan untuk mengusapnya ketika berwudhu maka ia boleh mengusapnya, dan bilamana ia bisa melepas kerudungnya ketika berwudhu maka ia mengusap kepalanya, dan tidak ada batas waktu untuk hal tersebut. Namun, untuk lebih berhati-hati hendaknya kita tidak memakai penutup kepala kecuali dalam keadaan suci.[11]Wallahu a’lamu.

Penulis: Ummu Isma’il
Diliput kembali oleh : Islam Jalan Lurus

Jumat, 15 Maret 2013

Tim-tim Yang Masuk Ke Perempat Final Liga Champion Inilah tim-tim yang sukses dalam babak enambelas besar dan berhak maju ke perempat final Liga Champion. Darin 8 tim yang ada, ternyata Spanyol meloloskan 3 klubnya, yaitu Real Madrid. Barcelona dan Malaga, menyusul Jerman dengan 2 klub, yaitu Dortmund dan Munchen, sedangkan Perancis, Italy dan Turki meloloskan masing-masing 1 klub, yaitu PSG (Perancis), Juventus (Italy) dan Galatasaray (Turki). Dan dalam hasil drawing (undian) yang dilakukan di pada hari Jumat, 15 Maret 2012 12:00 jam 19:00 WIB. Bertempat di gedung UEFA - Nyon, Swiss adalah sebaga berikut: Pertandingan 8 besar leg 1 akan dilaksanakan pada tanggal 2 dan 3 April 2013, dan pada leg 2 dilaksanakan pada tanggal 9 dan 10 April 2013. Berikut jadwalnya: Tuan Rumah Leg 1 2 April 2013 Malaga vs Borussia Dortmund Real Madrid vs Galatasaray 3 April 2013 PSG vs Barcelona Bayern Munich vs Juventus Tuan Rumah Leg 2 9 April 2013 Borussia Dortmund vs Malaga Galatasaray vs Real Madrid 10 April 2013 Barcelona vs PSG Juventus vs Bayern Munich

Rabu, 18 November 2009

SHALAWAT NARIYAH
Muhammad jamil Zainu
Diterjemahkan oleh Abu Mushlih Ari Wahyudi (dikutip dari www.muslim.or.id)
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Shalawat Nariyah cukup populer di banyak kalangan dan ada yang meyakini bahwa orang yang bisa membacanya sebanyak 4444 kali dengan niat menghilangkan kesulitan-kesulitan atau demi menunaikan hajat maka kebutuhannya pasti akan terpenuhi. Ini merupakan persangkaan yang keliru dan tidak ada dalilnya sama sekali. Terlebih lagi apabila anda mengetahui isinya dan menyaksikan adanya kesyirikan secara terang-terangan di dalamnya. Berikut ini adalah bunyi shalawat tersebut:”
اللهم صل صلاة كاملة وسلم سلاما تاما على سيدنا محمد الذي تنحل به العقد وتنفرج به الكرب وتقضى به الحوائج وتنال به الرغائب وحسن
الخواتيم ويستسقى الغمام بوجهه الكريم وعلى آله وصحبه عدد كل معلوم لك
Allahumma sholli sholaatan kaamilatan Wa sallim salaaman taaman ‘ala sayyidinaa Muhammadin Alladzi tanhallu bihil ‘uqadu, wa tanfariju bihil kurabu, wa tuqdhaa bihil hawaa’iju Wa tunaalu bihir raghaa’ibu wa husnul khawaatimi wa yustasqal ghomaamu bi wajhihil kariimi, wa ‘alaa aalihi, wa shahbihi ‘adada kulli ma’luumin laka
Artinya:
“Ya Allah, limpahkanlah pujian yang sempurna dan juga keselamatan sepenuhnya, Kepada pemimpin kami Muhammad, Yang dengan sebab beliau ikatan-ikatan (di dalam hati) menjadi terurai, Berkat beliau berbagai kesulitan menjadi lenyap, Berbagai kebutuhan menjadi terpenuhi, Dan dengan sebab pertolongan beliau pula segala harapan tercapai, Begitu pula akhir hidup yang baik didapatkan, Berbagai gundah gulana akan dimintakan pertolongan dan jalan keluar dengan perantara wajahnya yang mulia, Semoga keselamatan juga tercurah kepada keluarganya, dan semua sahabatnya sebanyak orang yang Engkau ketahui jumlahnya.”
Syaikh berkata:
“Sesungguhnya aqidah tauhid yang diserukan oleh Al-Qur’an Al Karim dan diajarkan kepada kita oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan kepada setiap muslim untuk meyakini bahwa Allah semata yang berkuasa untuk melepaskan ikatan-ikatan di dalam hati, menyingkirkan kesusahan-kesusahan, memenuhi segala macam kebutuhan dan memberikan permintaan orang yang sedang meminta kepada-Nya. Oleh sebab itu seorang muslim tidak boleh berdoa kepada selain Allah demi menghilangkan kesedihan atau menyembuhkan penyakitnya meskipun yang di serunya adalah malaikat utusan atau Nabi yang dekat (dengan Allah). Al-Qur’an ini telah mengingkari perbuatan berdoa kepada selain Allah baik kepada para rasul ataupun para wali. Allah berfirman yang artinya:
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Bahkan sesembahan yang mereka seru (selain Allah) itu justru mencari kedekatan diri kepada Rabb mereka dengan menempuh ketaatan supaya mereka semakin bertambah dekat kepada-Nya dan mereka pun berharap kepada rahmat-Nya serta merasa takut akan azab-Nya. Sesungguhnya siksa Rabbmu adalah sesuatu yang harus ditakuti.” (QS. Al-Israa’: 57). Para ulama tafsir mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang yang berdoa kepada Isa Al-Masih atau memuja malaikat atau jin-jin yang saleh (sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Katsir).”
Beliau melanjutkan penjelasannya:
“Bagaimana Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa merasa ridha kalau beliau dikatakan sebagai orang yang bisa melepaskan ikatan-ikatan hati dan bisa melenyapkan berbagai kesusahan padahal Al-Qur’an saja telah memerintahkan beliau untuk berkata tentang dirinya:
قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلا ضَرًّا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Katakanlah: Aku tidak berkuasa atas manfaat dan madharat bagi diriku sendiri kecuali sebatas apa yang dikehendaki Allah. Seandainya aku memang mengetahui perkara ghaib maka aku akan memperbanyak kebaikan dan tidak ada keburukan yang akan menimpaku. Sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-A’raaf)
Pada suatu saat ada seseorang yag datang menemui Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan: “Atas kehendak Allah dan kehendakmu wahai Rasul”, Maka beliau menghardiknya dengan mengatakan, “Apakah kamu ingin menjadikan aku sebagai sekutu bagi Allah? Katakan: Atas kehendak Allah semata.” Nidd atau sekutu artinya: matsiil wa syariik (yang serupa dan sejawat) (HR. Nasa’i dengan sanad hasan)
Beliau melanjutkan lagi penjelasannya:
“Seandainya kita ganti kata bihi (به) (dengan sebab beliau) dengan bihaa (بها) (dengan sebab shalawat) maka tentulah maknanya akan benar tanpa perlu memberikan batasan bilangan sebagaimana yang disebutkan tadi. Sehingga bacaannya menjadi seperti ini:
اللهم صل صلاة كاملة وسلم سلاما تاما على سيدنا محمد التي تحل بها العقد
Allahumma sholli sholaatan kaamilatan wa sallim salaaman taamman ‘ala sayyidinaa Muhammadin Allati tuhillu bihal ‘uqadu (artinya ikatan hati menjadi terlepas karena shalawat)
Hal itu karena membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ibadah yang bisa dijadikan sarana untuk bertawassul memohon dilepaskan dari kesedihan dan kesusahan. Mengapa kita membaca bacaan shalawat bid’ah ini yang hanya berasal dari ucapan makhluk biasa sebagaimana kita dan justru meninggalkan kebiasaan membaca shalawat Ibrahimiyah (yaitu yang biasa kita baca dalam shalat, pent) yang berasal dari ucapan Rasul yang Ma’shum?”
***
Penulis: Muhammad Jamil ZainuDiterjemahkan oleh Abu Mushlih Ari WahyudiArtikel www.muslim.or.id

Kamis, 12 November 2009

Kisruh Antara KPK,
Kepolisian Dan Kejaksaan
Akhir-akhir ini dunia hukum di Indonesia terkesan sangat kacau. Banyak kita membaca berita di media cetak serta mendengar dan melihat berita di media elektronika yang memberikan gambaran betapa buramnya hukum. Semua orang berbicara dan berpendapat tentang hukum, padahal ia bukan seorang ahli hukum, sehingga tidak heran kalau ada media elektonika yang mencoba mewawancarai orang awam untuk meminta pendapatnya tentang hal-hal di seputar hukum dan peradilan. Atau mungkin orang pintar tetapi tidak memahami hukum acara, sebagaimana diatur dalam KUHAP. Okelah, dalam dunia demokrasi dewasa ini, apalagi kita lagi dalam keadaan euforia demokrasi tidak ada salahnya orang membuat suatu statemen, namun harus diingat jangan hanya berpendapat atau membuat statemen, padahal pembuat statemen tersebut mungkin bukan ahli di bidang hukum. Coba anda banyangkan, kok ada artis atau kalangan rakyat awam diwawancarai masalah-masalah yang sebenarnya mereka tidak mengetahui ilmunya. Sebagai seorang muslim, saya perlu mengingatkan akan adanya sebuah hadits yang menyebutkan :
إذا وجد الأمر إلى غير أهله فانتظر الساعة
"suatu urusan yang diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya".
Hadits tersebut memberikan peringatan keras agar seseorang bekerja dan berpendapat sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Saya terkadang bingung, misalnya ada masalah hukum agama, tetapi diminta pendapat ke orang awam, sehingga seakan-akan hukum-hukum agama akan dilaksanakan, kalau semua orang setuju, kalau ada yang tidak setuju, maka hukum agama tersebut tidak boleh dilaksanakan. Misalkan masalah perkawinan antara agama, yang diwawancarai orang-orang awam, termasuk artis, padahal ruang lingkup perkawinan antar agama adalah para ahli hukum Islam.
Sekarang ini timbul kekisruhan atau dianggap perseteruan antara KPK, Kepolisian dan Kejaksaan, dan kita melihat banyak orang yang dimintai pendapat, bahkan dibentuk komunitas facebooker untuk mendukung KPK.
Saya bukan orang yang mendukung atau tidak mendukung, karena yang saya dukung adalah kebenaran (hak). Siapa yang benar, ialah yang harus kita dukung. Lalu siapa yang benar ketika kasus ini timbul? Tidak ada yang bisa menjawab siapa yang benar, karena beberapa ahli hukum sendiri pun berbeda pendapat, dan anehnya ketika orang berpendapat sebaliknya dianggap sebagai pendukung, padahal orang yang berpendapat demikian adalah para pakar yang mengetahui dan memahami sistem hukum dan peradilan di Indonesia. Ingat, ini bukan hukum Allah, dan bukan pengadilan Allah, tetapi hukum Indonesia dan pengadilan Indonesia. Berarti sistem hukumnya mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia yang nota bene sebagian besar berasal dari hukum Belanda, bukan hukum Islam. kenapa kita mencaci maki sistem hukum kita sendiri, padahal kita sendiri dalam tanda kutip masih memilih hukum tersebut sebagai hukum yang harus dilaksanakan? Kalau Indonesia mau berubah, kembalilah kepada sistem hukum Islam, hukum Allah yang abadi yang tidak boleh direkayasa oleh siapa pun. Dan jika sistem hukum Islam dilaksanakan, maka kekisruhan seperti saat ini tidak akan terjadi, karena Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan sebagai pilar utama dalam menegakkan hukum. Sistem hukum Islam tidak akan mebeda-bedakan orang, meskipun yang kita adili adalah kaum kerabat kita ataupun musuh kita.
Dalam surah al-Nisah ayat 135, Allah SWT menegaskan :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu”.
Juga di surah al-Maidah ayat 8 Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآَنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa".

Jadi dalam hukum Islam sangat menjunjung tinggi keadilan, walaupun seorang aparat hukum (polisi, jaksa dan hakim) berhadapan dengan kerabatnya sendiri ataupun orang dimusuhinya/dibenci.
Dengan demikian, sangat disayangkan orang-orang Indonesia masih memilih sistem hukum di luar sistem hukum Islam.
Bahkan Allah SWT mempertanyakan :
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin”?
Pertanyaan Allah ini sekaligus memberikan gambaram bahwa tidak ada hukum yang paling baik, selain hukum Allah, sehingga seharusnya orang harus menerapkan hukum Islam sebagai satu-satunya alternative dalam menyelelesaikan problematika kehidupan manusia.

Rabu, 11 November 2009


MARI BERQURBAN


Sebentar lagi, kita akan merayakan idhul adhha. "Al-adhha" sendiri bermakna "penyembelihan", yang maksudnya adalah meyembelih hewan tertentu, yaitu sapi, kambing (domba), kerbau, unta, dan sejenisnya, yang terpenting binatang tersebut adalah hewan yang diternakkan dan halal dagingnya. Ayam dan bebek, meskipun halal dagingnya, tetapi ia tidak termasuk dalam kategori hewan yang dapat disembelih untuk ibadah qurban, tetapi bisa disembelih pada saat hari idul adhha, namun tidak termasuk dalam sebuah ibadah yang disyari'atkan oleh Islam.
Ada beberapa pendapat tentang hukum menyembelih hewan qurban, namun menurut saya pendapat yang lebih tepat adalah pendapat sebagian Ulama Hanafiah, yaitu hukumnya wajib bagi orang yang mampu, karena secara tegas Rasulullah SAW bersabda :
من كان له سعة فلم يضح فلا يقربن مصلانا
"Barang siapa yang mempunyai kemampuan untuk berqurban, tetapi tidak menyembelih hewan qurban, maka hendaklah ia tidak mendekati tempat sholat kami"
Hadits tersebut secara tegas mencela siapa saja di kalangan orang-orang Islam yang berkemampuan, tetapi tidak mau menyembelih hewan qurban.
Islam sangat memperhatikan hubungan sosial di antara manusia, sehingga meskipun ibadah penyembelihan hewan qurban adalah untuk memenuhi perintah Allah SWT., tetapi sesungguhnya manfaat ibadah tersebut kembali kepada kemaslahatan manusia, sehingga Islam itu benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Allah SWT berfirman :
وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين
"Kami tidak akan mengutus engkau (Muhammad), kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta".
Berkenaan dengan itu, ketika ada orang yang mengamalkan ajaran Islam dengan cara kekerasan, maka hal itu bukanlah termasuk dari ajaran Islam yang sebenarnya, karena Islam diturunkan untuk menjadi rahmat, bukan menjadi laknat. Memang dalam al-Qur'an terdapat firman Allah yang berbunyi :
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُم
"Muhammad Rasulullah dan orang-orang yang bersamanya adalah senantiasa bersikap keras (tegas) terhadap orang-orang kafir dan bersikap saling menyayangi di antara mereka" (Q.S. Al-Fath : 29).
Akan tetapi keras (tegas) di sini dalam artian bukan dalam berdakwah, tetapi dalam upaya menegakkan amar makruf dan nahi munkar, serta menegakkan hukum dan keadilan. Jadi seorang muslim harus tegas menyatakan yang hak/benar adalah hak/benar dan yang bathil/salah adalah bathil/salah, sudah tentu melalui koridor atau cara-cara yang dapat dibenarkan menurut Syari'at. Bahkan dalam hal ini, kita diajarkan sebuah doa yang berbunyi :
اللهم أرنا الحق حقا وارزقنا اتباعه وأرنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه
"Ya Allah perlihatkanlah kepada kami bahwa yang hak itu adalah hak, dan berikanlah kekuatan kepada kami untuk mengikutinya, dan perlihatkanlah kepada kami yang bathil itu bathil, dan berikanlah kekuatan kepada kami untuk menjauhinya".
Dalam konteks ini sebagai seorang muslim harus menjadi contoh teladan sebagai seorang penegak kebenaran tanpa harus takut akan tekanan dari mana pun dan oleh siapa pun, karena seorang Islam hanya takut kepada Allah.
Oleh karena itu, dengan memahami Islam secara kaffah, kemudian mengamalkannya, akan memberikan manfaat bagi dirinya dan bagi diri orang lain. itulah sebabnya di dalam ibadah seperti ibadah qurban akan terasa manfaatnya bagi orang lain, karena daging dari hewan yang disembelih tersebut akan dibagikan kepada kaum fuqara dan masakin, bahkan diperbolehkan di kalangan non muslim pun bisa dibagikan, jika ia berada di sekeliling kita. Memang Islam benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam, jika semua orang Islam mengamalkan Islam secara kaffah. Marilah kita berqurban untuk kemaslahatan bersama, membangun bangsa yang mandiri, membangun jiwa yang suci, ikhlas dalam beribadah, jauh dari sikap riya, sehingga menjadi orang-orang yang beruntung dan bahagia dunia dan akhirat.

Minggu, 24 Mei 2009

Syari'at Islam


Mengapa masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, tetapi tidak memilih syari'at Islam di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maupun dalam bermasyarakat? Pertanyaan ini timbul, karena saya sangat prihatin. Misalnya, di Madura, diberitakan BEM se-Madura menolak Perda Syari'at Islam. Saya mau bertanya, apakah yang menolak itu tidak sadar, bahwa dengan penolakan itu berarti mereka telah menolak Islam. Jika demikian, maka patut sangat diragukan keislaman mereka dan barangkali jika mereka beragama Islam, maka mungkin mereka sudah menganut atau telah digerogoti oleh paham-paham sekuler atau paham Islam liberal, yaitu Islam yes, Syari'at Islam no!. Sungguh terlalu, kok orang Islam menolak syari'at Islam? Jika orang non Islam menolak itu wajar, karena mereka beragama lain, tetapi mereka juga tetap dikatakan salah. Mengapa? karena syari'at Islam adalah untuk orang Islam, bukan untuk mereka, mengapa mereka tidak setuju kita orang Islam mengamalkan ajaran agama kita? Kita pun ternyata tidak berhak melarang orang-orang kristen mengamalkan ajaran agamanya. Harus disadari, mengamalkan Islam, bukan sekedar melaksanakan rukun Islam, tetapi mengamalkan Islam adalah melaksanakan seluruh ajaran Islam yang terkandung dalam al-Qur'an maupun al-Hadits. Apa gunanya Allah SWT menurunkan hukum-hukumNya yang dimuat dalam al-Qur'an dan al-hadits, kalau tujuannya hanya mengamalkan rukun Islam. Saya berdoa kepada Allah, mudah-mudahan yang menolak Syari'at Islam di kalangan orang Islam itu sadar betul agar kembali mendukung penerapan syari'at Islam, baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional kenegaraan. Jika tidak sadar, maka saya berdoa, mudah-mudahan Allah menghancurkan mereka sebagaimana menghancurkan pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah. Allah Maha Berkehendak, saya yakin doa saya ini aka dikabulkan oleh Allah, cepat atau pun lambat. Oleh karena itu, sebelum terlambat, marilah kita tegakkan syari'at Islam di bumi Indonesia tercinta ini. Dan bagi teman-teman BEM se-Madura, kembalilah sadar, dan dukunglah Perda Syari'at Islam untuk Madura. Semoga Madura menyusul Aceh yang terlebih dahulu menerapkan syari'at Islam. Dan mudah-mudahan di dalam penerapan syari'at Islam nanti tidak disusupi oleh oknum-uknum yang sengaja merusaknya dari dalam. Oleh karena itu, kehati-hatian dan tetap waspada, jangan sampai ada kemunafikan di antara orang Islam. Semoga kita semua mengakhiri hidup ini tetap dalam keislaman, Amiin!!!